JAKARTA – Calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, menegaskan bahwa kritik seharusnya tidak dianggap sebagai tindakan kriminal. Hal ini merespons pernyataan terkait pelaporan pembuat mural yang dikritik pada acara “Anies Baswedan Bicara Kebudayaan: Kini dan Nanti” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Anies menganggap kritik sebagai bentuk pembelajaran. Menurutnya, kritik dapat mendorong pihak yang dikritik untuk memberikan argumen balik dan mencerdaskan pendengarnya.
Ia mengajak untuk melihat kritik sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas argumentasi dan pemahaman.
“Kritik itu tidak perlu dipandang sebagai kegiatan kriminal, kritik itu dipandang sebagai kegiatan pembelajaran. Pembelajaran bagi saya kalau dikritik supaya apa? Supaya dia berikan argumen balik dan argumen itu supaya mencerdaskan yang menonton,” kata Anies.
Anies juga menyatakan bahwa dirinya tidak merasa marah jika dikritik. Sebaliknya, ia mengajak untuk memberikan jawaban atas kritik tersebut. Menurutnya, masyarakatlah yang seharusnya menilai mana argumentasi yang lebih masuk akal.
Dalam konteks pengambilan kebijakan, Anies menekankan pentingnya menggunakan akal sehat dan data.
Ia juga mendukung revisi terhadap pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dianggapnya dapat membungkam kebebasan berekspresi.
Anies berpendapat bahwa UU ITE seharusnya melindungi privasi dan data, bukan untuk mengkriminalisasi kebebasan berekspresi.
“Terlebih menurut saya pasal-pasal karet ini harus direvisi karena itu akan membungkam kebebasan berekspresi. Kita membutuhkan UU ITE untuk melindungi seperti kerahasiaan data, privacy orang, proteksi atas informasi itu yang kita butuhkan,” ungkap Anies.
Anies Baswedan menekankan perlunya koreksi pada UU ITE agar masyarakat memiliki ruang kebebasan dalam menyampaikan pendapat tanpa takut akan kriminalisasi.
Sumber : Liputan6.com
Editor Topik Borneo