TENGGARONG – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jadwal pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024, pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 dijadwalkan pada hari Rabu, tanggal 27 November 2024.
Sementara itu, pendaftaran pasangan calon baru akan dibuka pada tanggal 27-29 Agustus 2024. Namun, perjalanan menuju hari pendaftaran calon tersebut disertai dengan dinamika politik yang memerlukan respons publik yang luas.
Salah satu isu yang muncul berkaitan dengan pembukaan pendaftaran bakal calon adalah peran partai politik. Pembukaan pendaftaran calon oleh partai politik erat kaitannya dengan sumber daya yang akan digunakan dalam proses pendaftaran calon.
Pendaftaran pasangan calon dalam pilkada dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu melalui dukungan partai politik atau jalur perseorangan. Namun, dengan persyaratan dukungan calon perseorangan yang cukup berat, jalur ini cenderung menjadi opsi alternatif. Oleh karena itu, jalur melalui partai politik menjadi opsi utama dan banyak diminati.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD, atau 25 persen dari total perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah terkait.
Biaya Politik
Seperti yang dikatakan oleh Milton Friedman dalam bukunya, “There’s No Such Thing as a Free Lunch,” tidak ada makan siang yang gratis. Ungkapan ini menggambarkan bahwa meskipun sesuatu tampak gratis, sebenarnya tidak ada yang gratis.
Ada biaya yang terkandung di dalamnya, baik dalam bentuk uang tunai tradisional maupun biaya lainnya seperti biaya peluang atau biaya yang dibayar oleh orang lain.
Hal yang sama berlaku dalam konteks pencalonan dalam pilkada. Apakah Anda percaya bahwa pendaftaran calon yang dibuka oleh partai politik tidak memungut biaya sama sekali? Hal ini tidak mungkin.
Perahu atau kendaraan tidak mungkin ditukar secara gratis, terutama dalam situasi partai politik yang cenderung pragmatis dan kehilangan ideologi.
Dalam banyak kasus, partai politik menetapkan sejumlah tarif tertentu kepada para pendaftar, bahkan ada yang menyebutkan nominalnya secara terang-terangan.
Ada relasi simbiosis mutualisme antara partai politik dan para pendaftar yang membutuhkan perahu dalam Pilkada. Fenomena “aksi borong dukungan partai” juga sering terjadi di berbagai daerah.
Integritas Pilkada
Secara normatif, praktik mahar politik ini diharamkan dalam UU Pilkada dan dianggap sebagai tindakan pidana. Ancaman pidana tidak hanya berlaku bagi penerima imbalan, tetapi juga bagi pemberi imbalan dalam proses pencalonan.
Partai politik harus berkomitmen untuk menghindari praktik mahar politik ini agar integritas Pilkada tetap terjaga. Bawaslu juga harus mengambil inisiatif untuk mencegah dan mengawasi praktik ini secara aktif, sehingga proses Pilkada tidak tercemar oleh perilaku koruptif.
Editor Topik Borneo