SANGATTA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur telah mengajukan formalitas resmi untuk mengakui adat budaya Lomplai masyarakat suku Dayak Wehea secara de jure.
Proses ini saat ini telah mencapai tahap pengajuan ke Pemerintah Provinsi Kaltim.
Namun, jauh sebelumnya, sejak Oktober 2015, pesta adat Lomplai masyarakat adat Dayak Wehea telah diakui oleh UNESCO, badan PBB yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan dan kebudayaan, sebagai warisan dunia tak benda.
“Pada tahun 2006, Pemkab Kutim telah menetapkan Desa Nehas Liah Bing sebagai Desa Budaya dan Konservasi, dan secara de jure, prosesnya telah diajukan ke Provinsi (Kaltim),” tegas Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman, pada Selasa (23/4/2024).
Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mengusulkan pengakuan dan perlindungan bagi 10 Masyarakat Hukum Adat (MHA) lainnya.
Beberapa di antaranya adalah Kayan Umaq Lekan di Desa Miau Baru, 6 Desa di Kecamatan Muara Wahau, MHA Dayak Basap di Tebangan Lembak Kecamatan Bengalon, dan Karangan serta MHA Long Bentuq di Kecamatan Busang.
“Diharapkan, dengan persyaratan administratif yang lengkap, proses ini dapat selesai dalam tahun ini,” kata Ardiansyah.
Menurutnya, pengakuan resmi dari negara akan membantu dalam menjaga dan melestarikan adat dan tradisi budaya masyarakat lokal.
Sebelumnya, Wakil Bupati Kutai Timur, Kasmidi Bulang, juga menyatakan bahwa pesta adat Lomplai dari masyarakat Dayak Wehea dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
“Terlebih lagi, ini menjadi agenda nasional yang menjanjikan dalam mempromosikan Kutai Timur di tingkat nasional dan internasional,” tambahnya.
Editor Topik Borneo