UJOH BILANG – Seraung adalah salah satu ciri khas topi suku Dayak, yang memiliki nilai dan fungsi sosial yang sangat penting bagi masyarakat Dayak.
Topi Seraung sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dalam acara-acara adat, upacara ritual, atau perayaan keagamaan.
Lebih dari sekadar aksesoris, Seraung juga dianggap sebagai lambang status dan kebanggaan bagi suku Dayak, serta menandakan kedewasaan atau status sosial seseorang dalam masyarakat.
Dalam konteks sosial, topi Seraung juga menjadi simbol persatuan dan kebersamaan suku Dayak.
Namun, menariknya, di balik makna tersebut, masyarakat Dayak juga meyakini bahwa Seraung memiliki kekuatan untuk menjauhkan dari tulah.
Tokoh adat dari kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Nyangun Duhmo, menjelaskan bahwa suku Dayak meyakini jika Seraung digunakan dalam sebuah ritual adat oleh satu atau dua orang tertentu, maka orang-orang yang mengikuti ritual tersebut akan terlindungi dari tulah.
“Seperti dalam berbagai ritual seperti pernikahan, pemberian nama anak, upacara kematian, pengobatan, dan ritual-ritual adat lainnya. Makna untuk menjauhkan dari tulah dari leluhur diyakini ketika Seraung digunakan dalam ritual oleh satu atau dua orang tertentu,” katanya, pada hari Kamis (9/5/2024).
Ketika seseorang menggunakan Seraung dalam prosesi ritual tersebut, topi itu tidak hanya sekadar atribut, melainkan juga memiliki makna mendalam sebagai pelindung dari tulah.
Masyarakat Dayak percaya bahwa ini adalah cara untuk memberi tanda kepada leluhur bahwa mereka sedang mengikuti adat dengan benar agar terlindungi dari tulah.
“Contohnya, dalam acara pernikahan adat, ketika dua orang menikah, mereka akan memakai Seraung. Ini tidak hanya sebagai pelindung tetapi juga sebagai tanda kepada leluhur bahwa mereka sedang menjalankan adat dengan benar dalam pernikahan adat,” jelasnya.
Keyakinan ini juga menekankan pentingnya menjaga warisan budaya dan tradisi, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah mewariskan adat istiadat secara turun-temurun dan masih dijunjung tinggi hingga saat ini.
Bagi mereka, tidak menggunakan Seraung dalam prosesi ritual adat sama dengan melanggar aturan yang ditetapkan oleh leluhur suku Dayak.
“Jadi, jika tidak menggunakan Seraung, itu sama saja dengan melanggar aturan leluhur. Seraung sudah menjadi bagian penting dalam adat, terutama dalam acara sakral,” tambahnya.
Melalui kepercayaan ini, masyarakat Dayak menyampaikan pesan bahwa nilai budaya mereka memiliki hubungan yang erat antara manusia dan alam.
Sejak dahulu, Suku Dayak dikenal karena ketergantungannya pada alam.
“Seperti yang sudah dikenal, masyarakat Dayak selalu bergantung pada alam, baik untuk pertanian maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” katanya.
Editor Topik Borneo