SENDAWAR– Sarapan di meja makan baru saja selesai ketika Michael – panggil saja namanya – berpamitan kepada kedua orangtuanya. Remaja berusia 17 tahun itu, seorang siswa kelas sebelas di sebuah SMA di Sendawar, Kutai Barat, menyalakan mesin sepeda motor matiknya.
Mengenakan jaket dan helm, dia melaju melalui kabut dingin sejam sebelum bel sekolah berbunyi.
Seperti biasa, pada Kamis itu, tanggal 4 April 2024, Michael mengendarai sepeda motor selama lebih dari 20 menit menuju sekolah.
Jarak dari rumahnya ke sekolah sekitar 13 kilometer. Semakin dekat ke ibu kota kabupaten, jalanan yang dilaluinya semakin ramai. Selain mobil dan sepeda motor, dia bertemu dengan truk dan bus karyawan perusahaan.
“Saya memang belum memiliki SIM. Rencananya, bulan depan baru akan saya buat,” ujar Michael kepada kaltimkece.id. “Saya sudah terbiasa mengendarai sepeda motor sejak SMP,” tambahnya.
Meskipun menyadari bahwa mengendarai tanpa SIM adalah pelanggaran, Michael merasa tidak punya pilihan. Banyak siswa di Sendawar dan sekitarnya yang melakukan hal serupa karena tidak ada angkutan umum.
Orangtuanya, misalnya, sibuk bekerja sehingga tidak bisa mengantar jemput. Menurutnya, tidak mungkin untuk berjalan kaki 13 kilometer pulang-pergi setiap hari.
Matias, orang tua Michael, mengizinkan anaknya membawa sepeda motor ke sekolah karena tidak ada angkutan umum yang tersedia.
Sebagai karyawan perusahaan pertambangan batu bara di Kutai Barat, ia menyatakan bahwa ketiadaan angkutan umum adalah salah satu alasan utama.
“Kami merasa khawatir, tapi tidak ada pilihan lain. Kami harus bekerja,” ungkapnya.
Matias berharap pemerintah dapat menyediakan bus sekolah agar anak-anak tidak perlu lagi mengendarai sepeda motor.
Pelajar yang belum memiliki SIM tetapi mengendarai sepeda motor ke sekolah adalah pemandangan umum di ibu kota Kutai Barat. Salah satu buktinya adalah peningkatan jumlah sepeda motor di kabupaten ini.
Menurut catatan UPTD Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah, Badan Pendapatan Daerah Kaltim Wilayah Kubar, terdapat penambahan sebanyak 7.452 unit sepeda motor di Kutai Barat pada tahun 2023. Total sepeda motor di kabupaten ini mencapai 114.945 unit.
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi kecelakaan lalu lintas. Data dari kaltimkece.id menunjukkan bahwa pada triwulan pertama 2024, empat orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas, termasuk satu pelajar. Jumlah tersebut belum termasuk korban luka.
Kepala SMA 2 Sendawar, Fardinandus Erikson, mengkonfirmasi bahwa banyak siswa yang mengendarai sepeda motor ke sekolah tanpa memiliki SIM. Sekolah, katanya, tidak dapat melarangnya karena tidak ada alternatif transportasi umum. Selain itu, terdapat kesepakatan antara Dinas Pendidikan dan Polres Kubar yang memperbolehkan siswa untuk mengendarai sepeda motor saat jam sekolah.
Kepala Satuan Lalu Lintas, Kepolisian Resor Kutai Barat, Ajun Komisaris Polisi Budi Witikno, menyatakan bahwa ini adalah masalah bersama yang harus dipecahkan.
Saat ini, upaya utama Satlantas adalah melakukan pendekatan persuasif seperti bimbingan sosial kepada pengendara di bawah umur. Upaya preventif lainnya adalah memberikan imbauan kepada pelajar SMP dan SMA yang belum memiliki SIM.
“Kami masuk ke sekolah untuk memberikan edukasi kepada anak-anak tentang pentingnya mematuhi aturan lalu lintas saat mengendarai kendaraan bermotor,” jelasnya.
AKP Budi menegaskan bahwa diperlukan kerjasama antara Satlantas, orang tua murid, dan pemerintah daerah untuk menjaga keselamatan anak-anak di jalan raya.
Menurutnya, solusi terbaik adalah orang tua mengantar anak ke sekolah, sementara pemerintah bersama instansi terkait menyediakan bus atau angkutan umum bagi anak-anak sekolah.
Kaltimkece.id berusaha untuk mengkonfirmasi hal tersebut kepada Kepala Dinas Perhubungan Kutai Barat, Nopandel. Namun hingga berita ini ditayangkan, Kadishub belum bisa ditemui untuk memberikan penjelasan.
Editor Topik Borneo
