BALIKPAPAN – SAAT anak-anak perempuan seusianya masih bermain di sekitar rumah dengan teman sebaya, Maria kecil sering diajak ke wilayah eksplorasi pertambangan oleh ayahnya, Haring Saloh, yang bekerja di Kantor Wilayah Pertambangan dan Energi Kalsel.
Sejak SD hingga SMP, Maria terbiasa bermain di alam terbuka dan bahkan camping bersama mahasiswa yang didampingi ayahnya, yang juga pendiri Akademi Teknik Pembangunan Nasional (ATPN) di Banjarbaru.
“Ayah saya yang memulai langkah pertambangan di KP PT Borneo Indobara (PT BIB) dan PT Kalimantan Energi Lestari (PT KEL). Saya masih ingat pernah camping di PT BIB di Sebamban (Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel). Sekarang milik PT Sinar Mas. Dari situ, saya mulai tertarik dengan kegiatan outdoor,” cerita Maria Ametisa Maharati Saloh.
Setelah menyelesaikan SD dan SMP-nya di Banjarbaru, Maria melanjutkan SMA di Bandung, Jawa Barat. Kecintaannya pada ilmu bumi mendorongnya untuk mengambil Jurusan Teknik Geodesi di Institut Teknologi Nasional Bandung pada 1998. Setelah lulus pada 2003, Maria menjelajahi berbagai lokasi dan proyek yang membutuhkan keilmuannya.
“Pada tahun 2007, saya benar-benar terjun ke dunia pertambangan. Saya menjadi Geodetic Engineer di PT Internasional Prima Coal (IPC) di Samarinda. Kemudian pada 2009, saya masih terlibat setelah sahamnya diakuisisi oleh PT Bukit Asam Tbk, BUMN yang berbasis di Sumsel,” ujarnya.
Karirnya terus menanjak, dan pada 2011, Maria menjadi manajer hubungan eksternal. Pada 2024, dia diangkat sebagai senior manager perencanaan PT IPC.
Maria membagikan pengalamannya selama berkarier di sektor pertambangan. Meskipun mayoritas diisi oleh kaum laki-laki, dia membuktikan dirinya sebagai seorang profesional yang mumpuni. Dari eksplorasi, pembebasan lahan, konstruksi, hingga produksi, semuanya pernah dia tangani.
“Kecuali masalah keuangan kantor, saya sudah menangani hampir semua bidang. Namun, saya sebenarnya bukan Kepala Teknik Tambang (KTT). Saya sering diundang ke acara-acara pemerintah oleh dinas pertambangan atau minerba. Itulah mengapa saya sering disangka sebagai KTT PT IPC,” ujarnya.
Bekerja di dunia pertambangan, Maria sudah terbiasa berkendara sendiri di jalan yang berat dan kondisi buruk. Namun, tantangan terbesarnya adalah ketika harus bekerja di lapangan pada malam hari.
“Dulu ketika single, tidak masalah. Tapi sekarang sebagai seorang ibu, meninggalkan anak-anak membuatnya terasa berat,” katanya.
Maria pernah mengalami pengalaman unik pada tahun 2009 ketika harus menginap dan tidur di dalam mobil di tengah jalan yang baru dibuka saat hauling di Bantuas, Samarinda. Pengalaman lainnya termasuk harus menghadapi demonstrasi masyarakat atas kegiatan perusahaan, bahkan setelah kerja kerasnya di tahap eksplorasi, dia sempat tidak mendapat gaji selama sebulan.
“Saya telah menghadapi banyak pengalaman menarik. Tapi semuanya tidak mengurangi semangat saya untuk berkembang. Salah satu momen yang berkesan adalah saat saya hamil besar dan harus bekerja di lapangan antar auditor. Bahkan setelah melahirkan anak kedua, saya harus turun ke lokasi karena harus membuka portal jalan hauling yang ditutup oleh warga dalam aksi demo. Anak saya bahkan harus saya taruh di mobil,” ungkapnya.
Sebagai seorang perempuan yang bekerja di sektor pertambangan, Maria mengaku sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari rekan kerja. Dia sering dianggap sebelah mata atau diremehkan, tetapi pengalaman tersebut hanya membuatnya lebih kuat.
Editor Topik Borneo