TENGGARONG – Nelayan di Muara Muntai, Kalimantan Timur, menghadapi tantangan serius akibat keterbatasan akses ke bahan bakar minyak (BBM) dan lonjakan harga garam.
Kecamatan Muara Muntai dikenal sebagai salah satu produsen ikan air tawar terbesar di Kalimantan Timur, tetapi kesulitan ini merugikan nelayan setempat.
Meskipun memiliki tiga danau besar, yakni Danau Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang, serta Sungai Mahakam, nelayan di Muara Muntai mengalami kesulitan mendapatkan BBM.
Harga BBM, terutama pertalite, melonjak tinggi, mencapai kisaran Rp15.000 hingga Rp20.000 per liter.
Kondisi ini menyulitkan nelayan, mengingat kebutuhan BBM yang tinggi untuk menjalankan perahu bermesin tempel.
Salah satu nelayan, Ramli, mengeluhkan keterbatasan pasokan BBM dan harganya yang mahal.
Meskipun harga ikan anjlok karena musim kemarau, nelayan tetap kesulitan ekonomi akibat biaya BBM yang mahal.
Mereka juga menghadapi kesulitan akses ke garam, yang harganya melambung tinggi hingga mencapai Rp9.000 per kilogram.
Ketua Komisi II DPRD Kutai Kartanegara, Sopan Sopian, mengakui masalah ini dan menyampaikan keluhan kepada Pertamina.
Kendala utama adalah kurangnya Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) di Muara Muntai.
APMS yang ada terbatas dan sering tidak aktif, sehingga memperparah kesulitan nelayan dalam mendapatkan BBM.
DPRD Kutai Kartanegara berusaha mendorong penambahan APMS sebagai solusi untuk mengatasi kelangkaan dan harga tinggi.
Mereka juga menyoroti distribusi garam, yang kurang memadai dan diambil oleh perkebunan kelapa sawit sebagai bahan pupuk.
Langkah-langkah perbaikan dan koordinasi dengan pemerintah setempat diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ini dan meningkatkan kesejahteraan nelayan di Muara Muntai.
Sumber : Liputan6.com
Editor Topik Borneo
