IKN: Perhimpunan Anak Transmigrasi Indonesia (PATRI) menuntut kejelasan status 980 sertifikat hak milik (SHM) warga transmigrasi di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU). Status tersebut diusulkan sejak 1993 namun hingga kini belum diserahkan kepada warga.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi PPU, Marjani, menyatakan tuntutan tersebut disampaikan saat rapat bersama Camat Sepaku, sembilan kepala desa di wilayah tersebut, serta pihak Kabupaten.
Dalam rapat tersebut, Marjani memastikan bahwa hak-hak warga transmigrasi, termasuk yang tanahnya terintegrasi dalam wilayah Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), akan diperhatikan.
“Ada tiga hal penting yang kita bahas hari ini. Pertama, mengenai warga transmigrasi di kelurahan Pemaluan dan desa Bumi Harapan yang tanahnya masuk ke kawasan inti IKN namun belum memiliki sertifikat. Kedua, mengumpulkan bukti proses pengusulan SHM yang belum diserahkan,” katanya.
“Ketiga, memfasilitasi komunikasi antara warga transmigrasi dengan OIKN tentang hak-hak mereka agar dapat diselesaikan dengan baik,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua PATRI Kecamatan Sepaku, Hengky Ardiansyah, mengatakan bahwa permasalahan lahan sangat kompleks. Sebagian masyarakat memiliki sertifikat yang diterbitkan pada tahun 1982 namun wilayah tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan pada tahun 1997.
“Selain itu, dalam SK Gubernur Kaltim nomor 57 tahun 1968, transmigrasi di Kecamatan Sepaku diperkirakan memiliki luas 30.000 hektar. Namun, batasnya belum jelas. Kami hanya meminta penyelesaian atas hak-hak kami,” ungkapnya.
Dirnawati, Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Sepaku, menambahkan bahwa masih banyak warga transmigrasi yang tidak memiliki legalitas lahan. Selain itu, terdapat tunggakan SHM pada beberapa titik wilayah transmigrasi di Kecamatan Sepaku.
“Kami harus mencari solusi yang tuntas agar rencana PTSL tahun ini di Sepaku dapat berjalan lancar,” ujarnya.
Editor Topik Borneo