SANGATTA – Sat Polairud Polres Kutai Timur melakukan patroli di perairan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Dalam patrolinya, Sat Polairud Polres Kutim menemui beberapa nelayan untuk pemeriksaan dan memberikan imbauan, dengan tujuan mengantisipasi kriminalitas dan kecelakaan laut di wilayah perairan Sangatta.
“Dari beberapa perahu nelayan yang kami periksa, tidak ditemukan alat tangkap ikan yang merusak habitat laut,” ungkap Kapolres Kutai Timur, AKBP Ronni Bonic, melalui Kasat Polair Polres Kutai Timur, AKP Slamet Riyadi, Minggu (12/5/2024).
Meskipun tidak menemukan pelanggaran, para nelayan yang tengah memancing tetap diberikan imbauan oleh AKP Slamet Riyadi dan empat personel Sat Polairud Polres Kutim.
Imbauan tersebut meliputi pentingnya menjaga keselamatan, terutama saat cuaca buruk seperti angin kencang dan ombak besar. Selain itu, nelayan diingatkan untuk selalu menyiapkan alat keselamatan di atas perahu, seperti rompi pelampung atau life jacket.
“Para nelayan diimbau untuk menggunakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan dan tidak menggunakan bahan peledak seperti bom ikan atau bius ikan,” jelas AKP Slamet Riyadi.
Patroli tersebut bertujuan untuk mencegah tindakan kejahatan perairan, pelanggaran keselamatan, serta memastikan situasi yang aman dan kondusif. “Jika mengetahui adanya tindak pidana di laut atau di pulau, segera laporkan ke Sat Polair,” tambahnya.
Dampak Buruk Penangkapan Ikan dengan Bom:
1. Merusak ekosistem laut.
2. Mengancam keselamatan nelayan.
3. Risiko dipenjara.
4. Keracunan saat mengonsumsi ikan hasil pengeboman.
“Kami mengimbau masyarakat pesisir, khususnya nelayan, agar tidak menggunakan bom ikan atau alat bius dalam menangkap ikan. Tindakan ini merusak ekosistem laut, membahayakan keselamatan nelayan, dan merupakan tindak pidana,” ujar Ipda Martin.
Mengonsumsi ikan hasil destructive fishing dengan pengeboman dapat menyebabkan keracunan akut, gangguan sistem saraf, kerusakan organ, dan kanker.
Ikan hasil destructive fishing mengandung residu bahan berbahaya seperti Ammonium nitrat (NH4NO3), Potassium nitrat (KNO3), Potassium sianida (KCN), dan senyawa lainnya yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 114/KEPMEN-KP/SJ/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengawasan dan Penanggulangan Kegiatan Penangkapan Ikan yang Merusak Tahun 2019-2023, destructive fishing adalah penangkapan ikan dengan menggunakan bahan, alat, atau cara yang merusak sumber daya ikan maupun lingkungannya. Alat-alat yang tidak ramah lingkungan ini termasuk bahan peledak, bahan beracun, setrum, dan lainnya.
Patroli Sat Polairud Polres Kutai Timur ini merupakan langkah penting dalam menjaga kelestarian lingkungan laut dan memastikan keselamatan para nelayan di wilayah perairan Sangatta.
Editor Topik Borneo