SAMARINDA, Topik Borneo – Komisi IV DPRD Samarinda menyoroti proses penyelesaian dugaan malpraktik medis yang menimpa pasien RK, terutama terkait pemilihan jalur penyelesaian hukum yang dinilai terlalu cepat.
Wakil Ketua Komisi IV, Sri Puji Astuti, mengungkapkan bahwa semestinya penyelesaian bisa lebih dulu dilakukan lewat mekanisme internal, seperti somasi atau pelaporan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Mereka beranggapan bahwa IDI terlalu sakral untuk dilibatkan, padahal tidak seperti itu. Komunikasi seharusnya bisa dibangun terlebih dahulu sebelum menempuh jalur hukum. Karena langsung ke DPRD, kami pun memanggil semua pihak,” jelas Puji.
Puji juga menyayangkan bahwa somasi belum dikirimkan ke rumah sakit awal, yakni RSHD, padahal hal tersebut bisa menjadi langkah awal sebelum membawa kasus ke forum publik.
“Seharusnya langkah awal yang dilakukan kuasa hukum pasien adalah dengan mengirimkan somasi ke rumah sakit sebelumnya, yaitu Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD),” ujarnya.
Menurut Puji, IDI memiliki perangkat untuk mengaudit dugaan pelanggaran etik dan profesi, seperti Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Mahkamah Etik. Mekanisme internal ini bisa dijalankan lebih dulu untuk menilai kesalahan tanpa harus terburu-buru ke jalur formal.
Meski demikian, DPRD tetap menindaklanjuti aduan yang masuk. Hearing telah digelar dan pihak RSUD IA Moeis menyatakan komitmennya menangani gejala sisa yang masih dialami RK.
“Karena itu, kami memanggil pihak Dinas Kesehatan. Terkait IDI, sebenarnya permasalahan ini bisa diselesaikan lebih dahulu di internal,” tuturnya.
Ia menambahkan, DPRD akan tetap mengawasi proses penyelesaian, termasuk menunggu hasil audit internal dari IDI terhadap dokter yang bersangkutan.
“Kami menunggu hasilnya, dan setelah itu akan melakukan pemanggilan lanjutan,” pungkasnya. (ADV SMD)