spot_img

Soroti Kekacauan di IKN, Jilal: Awalnya Dipicu UU Cipta Kerja

PPU – Kritik terhadap tindakan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) terhadap warga Kelurahan Pemaluan terus mengemuka, dengan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur sebagai salah satu yang menyoroti kejadian tersebut. Menurut mereka, OIKN diibaratkan seperti Kolonial Belanda dalam bertindak.

Jilal Mardhani, CEO Neraca Ruang dan seorang Planologi yang aktif dalam menulis opini-opini terkait IKN, turut menyoroti peristiwa di Kelurahan Pemaluan. 

Ia menegaskan bahwa kekacauan di IKN muncul setelah pengesahan UU Cipta Kerja, di mana terdapat pasal turunan yang memberikan kewenangan kepada Menteri Agraria TataRuang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI untuk mengubah tata ruang jika tidak sesuai dengan Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Jadi apabila dalam PSN atau kepentingan nasional dan tata ruangnya tidak sejalan, maka menteri berwenang mengirim surat kepada kepala daerah yang bersangkutan untuk menyesuaikan dengan PSN. Jika dalam waktu 6 bulan tidak terjadi perubahan, maka menteri dapat melakukan perubahan sendiri (oleh Kementerian ATR/BPN),” terangnya (15/03/2024).

Menurut Jilal, kewenangan yang diberikan kepada Kementrian ATR/BPN untuk mengubah tata ruang sendiri sangat tidak konstitusional. 

Ia mengatakan bahwa akar dari semua ketidaksempurnaan ini ialah UU Cipta Kerja, yang sebelumnya dinyatakan cacat oleh Mahkamah Konstitusi.

“Akarnya UU Cipta Kerja. Baru-baru ini, tuntutan diajukan ke MK dan keputusan awal menyatakan bahwa UU Ciptaker cacat, yang harus diperbaiki dalam 2 tahun. Akhirnya, Presiden mengeluarkan perppu yang kemudian diratifikasi menjadi undang-undang dengan isi yang sama,” tambahnya.

Dalam hal ini, Jilal menegaskan bahwa Peraturan Pergantian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja merupakan siasat prosedural, karena MK telah memutuskan bahwa UU Cipta Kerja sebelumnya sudah tidak konstitusional.

Selanjutnya, Jilal menyebut bahwa PSN yang dimaksud oleh negara sebenarnya adalah kekuasaan yang telah terstruktur, sistematis, dan masif. 

Ini menyebabkan negara berdalih bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan kepentingan hukum, meskipun tidak selalu menguntungkan masyarakat.

“Jika terjadi sesuatu yang melibatkan kebutuhan warga, pemerintah akan selalu berdalih bahwa langkah mereka sesuai dengan kepentingan hukum. Akibatnya, tidak akan ada penyelesaian yang dapat dicapai melalui dialog yang baik,” tegasnya.

Mengenai warga yang sering mengalami kesulitan dalam proses pengurusan sertifikat di area IKN, Jilal menyatakan bahwa administrasi pemerintah sudah lama terkenal buruk. 

Situasi ini diperparah oleh tingkat pemahaman yang rendah di kalangan masyarakat, terutama oleh para transmigran yang telah lama diiming-imingi dengan kehidupan yang lebih baik di Kalimantan Timur. 

Namun, disayangkan bahwa mereka tidak langsung mengurus sertifikat tanah mereka.

“Yang ironisnya, pemerintah justru memperlakukan tanah yang tidak memiliki sertifikat seolah-olah tidak ada,” Tutupnya.

Editor Topik Borneo

BERITA TERKINI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

MEDIA SOSIAL

1,559FansSuka
1,157PengikutMengikuti
1,175PelangganBerlangganan
- Advertisment -spot_img

BERITA DAERAH

BERITA NASIONAL

BERITA INTERNASIONAL

Komentar