NUSANTARA – Warga di sekitar proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru-baru ini dilanda kejutan saat menerima surat teguran tiba-tiba dari Otorita IKN.
Dalam surat tersebut, mereka diminta untuk merobohkan rumah mereka sendiri dalam waktu 7 hari karena dianggap tidak memiliki izin dan tidak sesuai dengan tata ruang Wilayah Ibu Kota Negara.
Menurut surat teguran yang dikeluarkan oleh Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN, Thomas Umbu Pati, keputusan ini diambil setelah Otorita melakukan identifikasi pada tanggal 29 Agustus 2023 dan 4-6 Oktober 2024.
Terdapat 8 regulasi yang diklaim Otorita sebagai dasar penetapan rumah warga sebagai tidak berizin dan tidak sesuai dengan tata ruang Wilayah Ibu Kota Negara, termasuk UU Nomor 21 tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, dan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota Nusantara 2022-2042.
Surat yang diterbitkan pada 4 Maret 2024 tersebut menyatakan, “Sehubungan dengan hal tersebut, diminta kepada saudara agar segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dalam jangka waktu 7 hari, terhitung sejak teguran pertama ini disampaikan.”
Selain itu, Otorita IKN juga mengundang warga untuk datang ke Rest Area IKN atau eks Rumah Jabatan Bupati PPU di Sepaku untuk menerima arahan tindak lanjut atas pelanggaran pembangunan tidak berizin berdasarkan identifikasi IKN. Mereka diminta untuk hadir, Jumat (8/3/2024) pagi.
Salah seorang warga Pemaluan mengungkapkan bahwa mereka memang diminta untuk merobohkan rumah mereka sendiri oleh Otorita IKN dalam waktu 7 hari sejak surat teguran pertama diterima. Kediaman warga tersebut berada di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN. Selain itu, warga di Desa Bumi Harapon, Suka Raja, dan Tengin Baru juga menjadi target pembongkaran.
“Pada pertemuan di Rest Area tersebut, warga menyuarakan keberatan karena diminta untuk membongkar rumah dalam waktu 7 hari. Mereka diberi peringatan bahwa jika tidak, rumah mereka akan dihancurkan dengan menggunakan bulldozer,” ucapnya.
Pada rapat di Rest Area tersebut, sekitar 200 warga menentang permintaan Otorita ini. Setelah rapat, Otorita memberikan klarifikasi bahwa undangan tersebut merupakan kesalahan teknis.
“Teman-teman merasa penting untuk menyampaikan hal ini agar Otorita lebih berhati-hati. Warga juga perlu tahu bahwa mereka memiliki hak untuk mempertahankannya,” ungkap seorang sumber.
Meskipun Otorita memberikan klarifikasi, warga tetap waspada dan memastikan informasi tersebut disampaikan kepada semua pihak yang terlibat.
Editor Topik Borneo